Saturday, March 25, 2006 

BUKU SAHABAT KAMI

Pada kompas minggu beberapa waktu lalu, seakan aku dikejutkan pada berita dengan headline besar, BERDASARKAN HASIL POOLING BULAN INI BAHWA MINAT BACA BANGSA INI MASIH SANGAT RENDAH. Waw… itu semacam tamparan sesaat, yang membuatku sadar seketika. Memang benar tampaknya apa yang dipaparkan Koran itu. Tentunya berita itu ditulis tidak dengan sembarangan saja, fakta juga menyatakan itu dengan jelas.

Membaca bukan kegiatan yang mengasyikkan buat segelintir orang. Mungkin buat mereka cukup dengan sarapan pagi ditemani koran dan siangnya baca tabloid gossip, itu sudah cukup memuaskan dirinya. Biasanya biar tidak ketinggalan cerita saja waktu berdiskusi atau bergosip dengan teman. Tipe yang seperti ini banyak sekali disekeliling kita. Contoh nyata, aku punya 2 orang teman dekat dikantor. Keduanya hanya membaca untuk tabloid gossip atau ada sesuatu hal yang perlu dicarinya untuk memenuhi keingintahuannya akan hobi atau pelajaran saja.

Setiap awal bulan aku selalu mampir ke toko buku ketika istirahat kantor. Sasaranku biasanya adalah Gramedia yang dekat dengan kantorku. Beberapa buku juga biasanya aku beli. Dan kedua temanku pasti ingin tahu apa yang aku beli. Ketika mereka melihat bukunya, tangapan pertama yang diberikan adalah : apa enaknya baca buku beginian ? Ngga pusing apa baca buku setebal ini ? Dan biasanya mereka terheran-heran jika aku bilang buku setebal 1 ruas jari bisa aku habiskan dalam waktu 2-3 hari saja. Tetap mereka tidak percaya sesingkat itu aku menghabiskannya. Wah padahal buatku itu termasuk waktu yang lambat !

Ya… membaca buat keluargaku adalah kegiatan yang sudah menjadi nafas atau irama kehidupan. Dari bapak,ibu, adik dan aku sendiri membaca adalah candu yang memabukkan. Memabukkan, itu celaan ibuku jika kami semua tertunduk mempelototi buku diruangan masing-masing. Tentu saja ibu ku teriak, sebab tugas dirumah jadi terbengkalai! Belum lagi buku yang bertebaran dari kamar depan, ruang tamu,ruang tengah, ruang tidur,dapur, hingga depan kamar mandi…Jika dikumpulkan mungkin koleksi bukuku sendiri sudah hampir seribu buku. Buku yang banyak sekali tentu, tapi belum seberapa untuk sebuah keluarga penggila buku.

Aku ingat sekali sewaktu aku dan adikku masih kecil, masih SD, tamasya yang paling menggembirakan adalah nongkrong di toko buku bekas di sekitar pasar Senen. Tahun 1980-an terminal Senen adalah surga buku bekas. Dari majalah, komik, Koran bekas yang kondisinya masih layak dijual dengan harga sangat murah. Biasanya bapakku menjatahkan satu anak 2 buku saja boleh diambil. Dari salah satu sudut terminal Senen itu juga aku pertama kalinya mengenal Khalil”Sang Nabi” Gibran. Yang kelak menjadi sumber inspirasiku yang terbesar.

Aku bersyukur kedua orang tuaku sudah menanamkan kegemaran membaca sedari aku kecil. Agaknya itu juga yang ditularkan oleh kakek – nenekku kepada kedua orang tuaku. (aku pernah menjerit kegirangan ketika menemukan majalah Intisari terbitan tahun 1968 yang masih tersimpan rapi di rak buku dirumah kakekku, atau aku dan adik terpana tidak bisa berucap waktu mendapati buku tua terbitan tahun 1955 karangan Moh.Hatta). Ya… aku sangat bersyukur diberikan kegilaan yang sangat bermanfaat bagiku sekarang dan masa depanku.

Bagiku membaca bukan lagi suatu keharusan. Ini adalah kebutuhan selain sandang, pangan atau papan. Tanpa sesuatu yang aku baca , 2 hari saja … wah seperti ada sesuatu yang hilang, janggal. Buku bukan cuma pengantar tidur saja, bukan ilmu yang harus ditimba darinya, bukan pengetahuan agar tidak ketinggalan jaman. Buku lebih tepatnya adalah santapan rohani buatku. Dari bukulah aku dapat menuangkan buah pikiran ini ke dalam tulisan. Dari bukulah keinginan menulis timbul perlahan. Hanya saja aku tidak pernah serius menekuninya. Biasa penyakit penulis amatiran, bosan, kehilangan ide dsb.

Sekarang semenjak aku menikah, kebiasaan membaca mulai menulari suamiku. Pada saat pameran buku di Senayan, tiba-tiba suamiku memiliki keinginan tidak tertahankan pada serial buku dengan judul BABAD TANAH JAWI. Aku tidak menghalanginya untuk tidak membeli. Walau mataku sedikit mendelik waktu melirik haraganya. Lima ratus ribu lebih… Wow lebih dari setengah juta !... Aku tidak terkejut dengan harganya, hanya saja, aku berpikir mesti ada beberapa pos pengeluaran yang harus ditekan jika buku itu kami beli. Buku berharga tentunya, dan itu sebanding. Akhirnya suamiku menyerah mencoba melupakan godaan membeli buku BABAD TANAH JAWI tersebut. Terlalu berani buat dia membeli buku semahal itu. Halangan pertama buat dia adalah , berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membaca 4 serial buku yang masing-masing buku setebal 1 ruas ibu jari. Atau tepatnya berapa tahun buku itu akan selesai dibacanya ? Pertanyaan yang sulit dijawab, semua tergantung mood kata suami ku.

Hingga saat ini aku masih berburu buku yang dapat membiusku dalam hitungan menit. Sudah bertumpuk-tumpuk buku berserakan dirumahku. Sayang hingga saat ini kemalasanku adalah menginvetariskan buku-buku itu. Yah.. kalaupun memang harus, biarlah itu menjadi tugas anak cucuku kelak… ayah dan ibunya hanya mampu mewarisi bertumpuk-tumpuk buku tua. Tak mengapa, warisan ku kelak tidak akan habis dimakan zaman…..

Galuh, Tangerang, 4 Maret 2006 ; 12.15 WIB

 

MAGIC DI ERA MODERN

Zaman dulu dan sekarang sangat berbeda. Sekarang segala sendi dan detak kehidupan kita tidak lepas dari nalar, logika, perhitungan dan sistematik. Kita bangun tidur, dibangunkan oleh beker yang bekerja dengan tenaga baterai dan perhitungan detik dari per, mur dalam jam beker. Bangun, langsung kita nyalakan tv atau radio yang hidup dari listrik dialirkan oleh bemeter-meter kabel dibawah tanah. Menyiapkan sarapan pagipun demikian, dengan kompor gas kita tinggal me”nut” alias memencet tombol on, beberapa menit mendidihlah air. Belum lagi 1 jam, jalanan didepan rumah kita sudah penuh kendaraan roda dua atau empat yang berpacu memburu waktu, membunyikan klakson sekeras mungkin agar diberikan jalan.

Sekarang tidak ada sedetikpun kehidupan kita tidak lepas dari perhitungan rumit yang teraplikasi menjadi benda-benda yang diciptakan untuk kemudahan bagi kita sendiri. Hidup dijaman sekarang sungguh enak. Segalanya tinggal pilih, tersedia dimata kita. Dan segalanya pun dapat dijelaskan dengan logika, bisa dihitung.

Tapi aku dilahirkan dengan lingkungan yang sedikitnya masih menggunakan benda yang bisa dibilang kuno. Ibuku masih menggunakan kompor minyak. Dirumahku tidak ada AC, kalau panas keringatan cukup ambil kipas sate yang mampu mengusir kegerahan dibadan. Orang tuaku masih menjalankan kehidupannya dengan tidak memakai benda modern.Bahkan bapakku masih sering menggunakan mesin tik yang tempo lalu masih dikatagorikan sesuatu modern (tapi sekarang tidak lagi, sudah ketinggalan jaman).

Setelah aku bersuami, ternyata tidak jauh berbeda dengan keluarga baruku itu. Kakak iparku masih sering memasak air dengan menggunakan anglo dan arang batok kelapa. Belum lagi jika masak sayur bayam, bersusah payah mesti menunggu arangnya merata terbakar. Sempat pula aku tanyakan kenapa mesti repot memasak sayur bayam pakai anglo (dengan arang) segala. Alasannya simple, bau khas dari arang itu yang dicari.

Untuk hal kecil seperti itu tidak akan membawa perubahan besar, paling-paling hanya membangkitkan nostalgia kita tempo waktu masih kecil. Memasak pakai arang, gerah diusir pakai kipas, pergi pakai sepeda ontel, atau lainnya. Tapi semua itu bukan apa-apa, atau bisa aku bilang bukan hal yang mengerikan dibandingkan dengan magic,santet,pelet dijaman modern sekarang ini.

Magis. Sebenarnya bukan hal baru buatku dan keluarga. Bukan hal baru tapi hingga sekarang masih saja mampu membuat kami sekeluarga merinding. Kami sekeluarga berasal dari pulau yang paling tua di Indonesia, atau lebih dikenal pulau KALIMANTAN. Nah, untuk hal yang disebut magis, pelet,santet, atau apalah, bukan hal asing lagi buat masyarakat Kalimantan umumnya. Konon untuk ilmu santet yang paling berbahaya adalah dari pulau kami dilahirkan ini!... Ironis ya, sepatutnya hal itu bukan hal yang menyeramkan buat kami sekeluarga.

Santet itu sendiri pernah menyapa kami sekeluarga pada tahun 1994 untuk pertama kalinya. Konon salah satu keluarga dekat kami sendiri yang mengirimkan angin jahat itu. Dan setelah menderita kurang lebih 1 bulan Bapak dan ibuku terbang ke kampung halaman untuk mengobati penyakit aneh itu. Aku sendiri pun pernah mengalami tergila-gila pada seseorang yang ternyata dia memberikan “pengasih” . Dan sekarang adikku menderita sakit aneh , setiap awal minggu dia selalu merasa sangat lemah, jantungnya sering sakit berpindah-pindah. Dan berkat bantuan salah seorang temannya, penyakit aneh itu mulai terkuak. Itu bukan karena penyakit yang bisa diberantas dengan meminum obat-obatan atau terapi, tapi .. ya itu tadi, karena santet.

Percaya tidak sih, dijaman yang katanya modern, segala sesuatunya bisa dijelaskan dengan logika, perhitungan dan nalar yang pasti, kita masih disinggung oleh hal-hal yang tidak masuk akal. Aku sendiri tidak tau bentuk konkrit dari santet itu apa. Apakah berwujud hantu,jin yang menyebarkan rasa sakit, menutupi pikiran dan hati kita, atau berwujud seperti kabut semata ?... Tidak ada orang awam yang dapat melihat wujudnya. Cuma akibatnya saja yang bisa dirasakan.

Kalau sudah begini, cuma ikhtiar saja yang kita cari. Usaha dengan bantuan orang alim dan ayat-ayat suci dari Alquran yang mampu menangkalnya. Itu pun tidak pernah kita bisa ukur dengan nalar kita kan ? Segalanya kita pasrahkan pada YME , meyakini bahwa yang batil akan kalah dengan keimanan kita pada YME.

Ujung dari pembahasan ini aku ingin jabarkan bahwa sebagian orang masih berpikir singkat. Lebih baik menebarkan teror halus kepada saingan atau musuhnya dengan jalan santet untuk mempersingkat perjalanan meraih kesuksesan. Lebih puas jika musuhnya menderita tanpa ketauan siapa yang menyebabkannya, karena toh, tidak pernah terbukti dengan pasti kan ?... Well itu pikiran picik ! atau bukan picik lebih tepat itu pikiran Pengecut ! Ya .. itu pengecut yang Cuma berani bertindak dibelakang tirai hitam. Jadi berhati-hatilah teman, tidak selamanya sesuatu yang kuno akan tersisihkan oleh yang modern. Buktinya santet,pelet tidak pernah lekang oleh waktu!

Galuh, Tangerang , 25-26 feb 06, 1.59 WIB

Counter
Free Website Counter